Kamis, 26 Juni 2014

Islam Keturunan atau Keyakinan???

PART II 
Lanjutan Part I


“Ya Allah Za, kamu itu yah beda banget sama Kak Fariz. Kamu itu tidak menghargai waktu, tidak disiplin, ceroboh pula. Belajar dong disiplin nak, kamu itu cewek” mama membantuku merapikan buku dan menyiapkan sarapan untukku sembari menungguku mandi
“iya Mama.. iza bakal kayak Kak Fariz, iza bakalan disiplin terus bakalan gak gini mah” aku keluar dari kamar mandi lalu melihat jam “ya allah mah, iza telat” aku menutup mukaku dengan tas dan duduk di kursi belajar
“Iza menghargai waktu juga perintah Allah, menghargai waktupun dapat pahala” mama memasukan buku kedalam tas
“mah jadi Iza kurang beriman, kenapa Iza berbeda dari Mama, Papa juga Kak Fariz.. iza di kasih makan apa sih ma, beda yah ama kak Fariz” aku menindih buku dengan kepala di atas meja belajar
“Ya Allah iza, kamu udah gede masih ajah nanyain hal yang kayak gitu” jawab mama
“tuh kan, Iza berbeda..”  aku mengambil kerudung di ujung kursiku
“Za, kamu tidak berbeda. Hanya saja kamu tidak pernah belajar seperti Kak Fariz” Mama menasehati
“huh..” aku berdiri dan bercermin, merapikan kerudungku “Iza itu, ngaji suka telat, sekolah juga, bangun tidur apa lagi, pelupa lagi.. meuni hirup Iza teh ni... atu da Mamah Iza harus kayak gimana?” keluhku
“iza begitu saja kau anggap sesuatu yang sulit, berdoa sama Allah. Tenangkan hatimu dengan berdzikir dan membaca Al qur’an . siapa sih yang kita inginkan pertolongan selain Allah” mama merangkul tubuhku
“em iyah ma, mungkin karena Iza tidak terlalu dekat sama Allah. Jadi Iza begini”
“lah nyadar Za” suara Kak Fariz dari belakang pintu
“huh Kakak, ikut campur ih”
“udah cepet berangkat” mama tersenyum melirik Kak Fariz

Selesai shalat dhuhur, aku dan Syifa temanku duduk di depan mushala sekolah. Disinilah tempat yang nyaman untukku berteduh di saat matahari tengah tepat di atas kepala, tempatnya sejuk di penuhi pohon pohon pula. Menjadikan suasana amat damai, sering pula aku berhayal bahkan tertidur disini.
“Za lihat itu ada anak baru” Syifa menepuk pundakku dan menunjukan gadis seumuranku sedang berdiri di depan gerbang
“ah masa sih, sekolah kita kan pake kerudung semua. Paling dia nunggu angkot mungkin” pendapatku
“hah nunggu angkot? Gak mungkin dong Za dia...” aku langsung memotong pembicaraan Syifa “lagian Syifa mau dia anak baru apa lama masalah buat kamu gitu, biarin dong. Ayolah kita ke kelas, bentar lagi masuk” aku menarik lengan Syifa, nampaknya ia masih tetap melihat gadis di gerbang itu. Dia memang temanku yang paling ingin tahu ke orang baru atau sesuatu yang baru.
Sepulang sekolah aku mampir dulu ke rumah Syifa, karena kita berdua berencana belajar bersama di rumahku. Padahal rumah Syifa hanya berjarak beberapa rumah saja dari rumahku, tapi dia tidak pernah berani buat keluar sendiri. Apa lagi setiap pagi, siang, sore dan malam disini sangat sepi. Tambah lagi ada banyak sekali berita di TV menayangkan pelecehan pada wanita dan perampokan. Sebenarnya aku juga takut akan berita berita yang tersebar tersebut, tapi aku yakin aku tidak akan mengalaminya jika aku mampu membela diri dan pastinya akan terhindar jika diri kita tidak mengundang keniatan jahat dari orang lain.
“Mama, Syifa kerumah Iza yah” izin syifa sembari mencium mamanya
“pamit yah Bu” pamitku pada mama Syifa
“iyah”
Di jalan kita berdua bergurau sambil menendang nendang botol air mineral, aku dak syifa memang seperti ini. Tidak mau tenang jika berjalan, maunya ketawa ketiwi, cekikak cekikik tidak jelas. Ketika sedang asyiknya bercanda, syifa menghentikan langkahnya. Ia menunjukan gadis yang kita lihat tadi di sekolah, syifa menghampiri gadis itu dan entah berbicara apa, aku segera lari dan mendekati Syifa dan gadis itu
“anak baru yah?” tanyaku pada gadis cantik, berperawakan tinggi dan putih itu
“iiyah” jawabnya dengan melemparkan senyuman
“oh, aku penasaran ih sama kamu. Nama kamu siapa?” Syifa menangkis
“Tatia yah” aku menebak
“gak pake ta” jawab dia “aku Tia, pindahan dari Jakarta. Itu rumahku disana, aku juga mau sekolah disekolah kalian, tadi sempat juga aku lihat kamu dan kamu” sembari menunjuk aku dan Syifa “aku pengin ih punya teman, biar gak bete dirumah. Kan yah gak asyik” jelas dia
“o gitu, kita siap jadi temen kamu” jawabku
“hiya tul” sahut Syifa setuju “eh mau ikut gak nih kerumah Iza, kita maen bareng” ajak Syifa ke Tia
“em Iza siapa ya?” tanya Tia bingung, iya yah kita berdua lupa kalau Tia belum tau nama kita
“ini aku Iza” ucapku menunjukan muka “nah ini Syifa” aku menunjuk hidung Syifa
“tuloh ..” ketus Syifa
“oh iyah, kalian berdua lucu ih” Tia cekikikan lirih
“ya pasti dong, ayo cepet kerumah” aku mengajak Tia dan Syifa melanjutkan perjalanan ke rumahku, hatiku merasa bahagia kini aku telah mendapatkan teman baru lagi. Ku lihat Tia anak baik, sopan, cantik pula. Mudah mudahan selama dia jadi temen aku dia seneng dan bisa nerima semua kekuranganku,seperti Syifa. Amin..
“Assalamualaikum mah..”
“waalaikumsalam, Iza tumben ngajak Syifa” menengok Tia “eh.. neng geulis, siapa itu Za?” tanya Mama sembari membantuku melepaskan
“kenalin Mah, itu Tia namanya. Cantik yah ma” ucapku sembari melepas sepatu
“oh Tia, ya sudah cepat masuk nak. Ajak temen temenmu makan bareng, mama masakin tumis kangkung lo”
“asyikkk.. hayu Fa, Tia” kita bertiga berjalan beriringan menuju ruang makan, mama mengikuti dari belakang.
“ayo makan dulu ah, hayu Tia jangan malu malu. Mama Iza baik kok” syifa menarik tangan Tia, Tia masih terlihat malu. Mukanya masih di umpet umpetin, ya memang beginilah kalau baru kenal, sama seperti Syifa dulu waktu baru ngenal aku.
Selesai makan kita bertiga membantu mama membereskan meja makan, dari sini Tia sudah terlihat menyesuaikan dirinya dengan kami. Dia juga sepertinya tipe gadis yang suka membantu, dia sudah mulai ngobrolin sana sini dan lempar tanya jawab tentang apa aja dengan kami.
“Kalian biasa berkerudung ya?” tanya Tia saat merapikan rambutnya
“dari kecil memang aku sudah di ajari memakai kerudung, karena aku hidup di tengah keluarga yang mayoritas Islamnya kuat” jelas Syifa
“memangnya tidak panas ya?” tanya Tia
“haha.. ya nggak dong Tia, besok juga kamu harus pakai kerudung di sekolah” sambungku “kerudung itu juga salah satu pencegah niat jahat dari orang lain, dan juga kan Allah sudah memerintahkan wanita memakai kerudung” sambungku lagi semmbari berjalan menuju kamar
“gak gaul amat sih pake kerudung, kita gak bisa smothing, gak bisa gaya gaya rambut kita. Terus juga yah gak bisa pake topi” ucap Tia memainkan rambutnya
“kata siapa, aku bisa gaul kok. Islam tidak melarang wanita untuk berkarya bukan” ucap Syifa
“gak bisa pake celana pendek dong, gak bisa pake baju seksi seksi dong” ujar Tia menaik turunkan tangannya mengikuti nada bicaranya
“Tia setiap wanita atau lelaki yang sudah baligh itu dilarang membuka auratnya, kamu tahu kan kita itu udah baligh dan sudah wajib menutup aurat kita. Apa lagi sama baju seksi seksi itu haramlah kalo buat kita mah, gak baik. Dan gak sopan amat.. sopanan pake baju panjang dan rok panjang, apa lagi kerudungnya juga menutup rambut kita. Kita akan terlihat indah karena Iman, bukan karena seksi” jelasku
“iyah tul, pake kerudung itu gak ribet Tia. Coba deh kalo kamu pake kerudung, pasti tambah cantik” ucap Syifa
“tapi Mama aku ajah gak pernah pake kerudung, kalo aku pake kerudung dia bakalan ngetawain aku dong” Tia cemberut
“nah makanya kamu pake kerudung sekarang, ntar yah kamu ajakin Mama kamu pake kerudung” ucap Syifa sambil mengelus pundak Tia
“em iya deh”
“tah gitu dong” aku mengambil mukenah “ayo shalat Ashar dulu, itu udah adzan” ajakku
Air wudhu membasahi tanganku, menenangkan fikiran dan hati. Allah tidak pernah menyuruh umatnya untuk melakukan pekerjaan yang sulit dan memakan waktu banyak, Allah hanya menyuruh 5 waktu kepada umatnya untuk shalat. Tapi kenapa masih banyak umatnya lupa dan tak peduli padaNYA, padahal Allah selalu mengingat umatnya. Bahkan sampai tak terhitung berapa umat di alam semesta ini, sayangnya yang mengingat Allah hanya berapa persen dari yang di ingat dan di pedulikan oleh Allah. Apalagi manusia zaman sekarang, banyak alasan untuk menjalankan shalat.
Untuk pekerja :
Subuh : tidak sempat, semalam meeting. Tidur jam 2 bangun jam 6 langsung ke kantor karena di kejar macet
Dhuhur : lagi rapat sama clien
Ashar : menyelesaikan pekerjaan yang di tunda
Maghrib : lagi di jalan mau pulang
Isya : ketiduran sampi subuh dan kerja lagi
Untuk pelajar :
Subuh : kesiangan, buru buru berangkat sekolah. Takut pak satpam nutup gerbang
Dhuhur : ngantuk, tidur di kelas
Ashar : main ke mall bareng temen temen
Mahrib : masih di mall, tanggung lagi milih milih baju
Isya : lagi di jalan, nyampe rumah langsung update status dan upload foto terus di sambung  tidur
Untuk pengangguran :
Subuh : masih mimpi indah
Dhuhur : males
Ashar : males juga
Mahrib : bodo amat
Isya : mulai mimpi indah
(buat bekerja saja malas, apalagi buat shalat)
Begitulah kira kiranya sebab umat Islam meninggalkan Shalat, kenapa coba mereka memilih Islam untuk jadi agamanya. Tapi mereka meninggalkan perintah Tuhannya dan lebih sering melaksanakan laranganNYA. Islam itu agama yang bagaimana dimata mereka, apa mereka tidak tahu apa itu Islam atau tidak ingin tahu Islam itu apa. Apa karena dari orang tua orang tuanya orang tua nenek kakeknya sudah menganut Islam, jadi nenek kakeknya menurunkan pada anaknya, yang menjadi orang tua mereka lalu di turunkan ke anaknya, terus anaknya punya anak kemudian di turunkan lagi. Jadi kesimpulannya islam itu agama keturunan dong buat mereka.
Siklusnya bukan siklus akuntansi yang akhirnya melaporkan keuangan. Siklusnya yaitu meninggal – turunkan – meninggal – turunkan – meninggal – turunkan lagi sampai akhir hayat nanti. Mengapa mereka hanya menurunkan “islam” saja kepada anak cucunya, bukan ajaran dan tentang apa itu islam. Ya itu, mereka juga hanya dapat islam dari nenek kakeknya yang tanpa memberitahu apa sih islam itu. Padahal Nabi Muhammad dan para sahabatnya telah berjuang lahir batin demi memperjuangkan dan menegakkan agama Islam, tapi mengapa kita sekarang yang hanya tinggal menikmati hasil ketegaran dan kegigihan mereka mempertahankan islam demi kita, kita malah acuh kepada Islam yang telah menjadi kepercayaan kita. Mengapa kita tidak pernah flashback ke masa sebelum Islam berkembang, bayangkan jika kita hidup di zaman itu. Apa yang akan kita bela, Islam atau apakah??? Jika membela Islam, mengapa kita sering tidak tahu Allah itu siapa, mengapa menyembahNYA, mengapa islam yang kita panut, Apa tidak berfikir demikian?  sedang kalau tidak membela Islam, mengapa sekarang memilih Islam untuk jadi agama kita ? islam bukan agama pelampiasan, karena kita sudah di lahirkan dari orang  yang telah Islam juga. Islam itu butuh keyakinan dari dalam hati kita sendiri, islam butuh bukti atas janji kita menganut Islam, islampun harus di turunkan juga dengan ajaran ajarannya, bukan hanya logo islamnya saja.
“kenapa gak wudhu Tia?” tanyaku ketika melihat Tia tengah duduk di lantai tempat shalat
“ah males ah, besok ajah” jawab Tia remeh
“eh Tia, shalat itu wajib. Dosa ngomong gitu, hayu cepet wudhu.. apa kamu nggak bisa wudhu?” tanya Syifa
“huh aku malu, jujur yah sebenarnya aku gak bisa shalat, aku gak bisa baca Al Qur’an” tia diam sejenak mengumpulkan kata kata berikutnya “mama dan papa juga gak pernah ngajarin aku shalat, mereka juga tidak pernah shalat. Mereka sibuk dengan pekerjaannya masing masing, jadi sampai sebesar ini aku nggak tahu cara cara shalat, bahkan wudhupun aku gak tahu” Tia menundukan kepala
“Ya Allah, kasihan banget aku dengernya” ucap Syifa memelas
“kita mau kok ngajarin kamu shalat, baca qur’an juga. Nanti setelah kamu bisa, ajarin juga mama papa kamu. Biar kalian bisa shalat dan baca alqur’an bareng di rumah, shalat itu juga cara yang tepat untuk mempertemukan satu keluarga yang sibuk pada pekerjaan masing masingnya” aku merasa prihatin, di zaman yang sudah sangat modern ini umat Islam tidak pernah mengerjakan shalat, bahkan juga tidak tahu apa itu shalat. Cup cup cup.. sangat memprihatinkan, yang begini yang seharusnya kita perhatikan dan ajak untuk memperbaiki islamnya bersama. Mengajak saudara kita untuk memahami Islam lebih dalam itu juga memperbaiki islam kita yang juga belum sempurna, ya memang  tidak akan sesempurna Nabi Muhammad. Tapi, menjadikan Islam di diri kita baik dan bermanfaat bagi kita dan orang lain. Seperti aku, aku yang selalu mencari tahu mengapa kita Islam? Dari hati kah kita Islam? Dan sepertinya aku mulai tahu jawabannya, islam itu kepercayaan, kepercayaan adanya di dalam hati. Selain percaya dalam hati, kita juga harus benar sungguh sungguh akan islam, kita harus tau tentang rukun rukunnya, dan kepada apa saja kita harus beriman dan semua poin poin dari semua yang ada dalam Islam itu sendiri. Maka kita akan memiliki jawaban jika pertanyaan “mengapa memilih Islam?” itu datang. Seharusnya kita sangat sangat bersyukur atas apa yang telah kita laksanakan selama hidup setelah tahu agama kita islam dan mengerti maksud islam itu, dan setelah kita bersyukur tidak seharusnya kita sombong dan merasa mereka yang tidak tahu islam yang menjadi agama mereka adalah orang yang celaka. Padahal lebih celaka kita, jika kita membiarkan saudara kita sesama muslim yang terpontang panting dengan agamanya. Ajak mereka bersama memahami islam, dan beri dorongan untuk meningkatkan keimanan bersama kita. Jika semua umat Islam di dunia ini faham apa itu islam, pasti mereka akan selalu berbuat baik dan tidak pernah membiarkan syetan dan dosa  menggaulinya. Mereka malas untuk shalat, mereka malas untuk membaca alqur’an, mereka malas untuk berpuasa, mereka malas untuk menyembah Allah ya karena mereka tidak tahu apa sebenarnya Islam.
“Za, mengapa teman barumu itu tidak memakai kurudung?” tanya mama setelah shalat Isya
“mah, Iza sangat bersyukur punya orang tua seperti mama dan papa yang tahu islam itu apa. Jadi Iza di ajari semua tentang islam, iza sudah tahu mah mengapa mama menyuruh Iza untuk mencari tahu tentang Islam yang benar benar dari dalam hati” aku berhenti sejenak “iza kasihan sama Tia, dia nggak bisa shalat, nggak bisa baca alqur’an, karena orang tuanya gak pernah mengajarkan tentang islam padanya. Orang tuanya juga tidak tahu tentang islam mah, padahal islam itu agamanya. Pokoknya iza terharu lah dengernya mah, em.. Iza sama Syifa juga berniat ngajarin Tia shalat dan membaca alqur’an, iza juga mau kasih tau islam itu apa.. kan yah biar dia bisa ngasih tau ke orangtuanya juga. Kan kasihan, sudah sebesar itu Tia belum bisa shalat shalat acan mah” jelasku pada mama, mama tersenyum dan mengangguk seperti penuh dukungan pada niatku dan Syifa tadi.
“mama sayang kamu nak, jadilah seorang wanita yang shalehah. Perbaiki kekurangan mama ketika memberitahu tentang islam padamu, jika besar nanti berikan suguhan yang lembut dan tulus pada anakmu juga. Mama bersyukur setelah menjadi ibu, alhamdulillah mama berhasil memberikan sesuatu yang bermanfaat untukmu, mama dan juga papa, kak Fariz juga pasti bangga punya adik sepertimu Za” mama mencium keningku, terlihat matanya berkaca kaca penuh kebahagiaan. Aku sangat senang melihat mama bisa tersenyum karenaku, aku langsung mencium mama dan memeluk erat tubuhnya.
“mah kak Fariz besok wisuda yah ma?” aku mengganti pembicaraan
“oh kak Fariz sudah memberitahu yah, katanya mau bikin suprize buat adiknya”
“hah suprize, ah kak Fariz..” aku tidak pernah menyangka kucing di keluarga ini mau memberi kejutan buat tikusnya (begitulah kata Papa, menyebut Kak Faris kucing, dan aku tikus)
“beneran Za, doain ajah buat kak Fariz. Mudah mudahan setelah wisuda nanti dia bisa dapetin kerjaan yang baik”
“amin mah, pasti da Iza doain mah kalo kak Fariz gak ngeledekin Iza terus, Iza kan cape. Sedih pula, di mata kak Fariz Iza itu kayak gak ada pengetahuannya mah” aku cemberut
“dia bukan karena benci, itu karena Kak Fariz sayang sama Iza. Kak Fariz pengin deket terus sama Iza, jadi dengan cara itu dia berusaha akrab sama Iza.” Jelas mama
“sudah jangan cemberut, kak Fariz janji gak akan ngomong kamu otak plangthon dan bayi lagi, kakak udah liat kok perubahan kamu selama ini. Kamu itu adik kaka yang paling cerdas dan cerdik, ternyata kakak salah mengerti kamu Za. Maafin kakak ya Za, kakak sayang kok ke kamu Za” ternyata kak Fariz menguping pembicaraan aku dan mama “seuri atuh, tong manyun wae” aku melempar senyuman selebar lebarnya buat kakak tersayang “tah gitu dong, kan jadi geulis” kakak merayu
“huu naksir ya..” ledekku
“hah apah?? Naksir sama otak plangton??” kak Fariz menyernyitkan alisnya
“hem..”
“ahay cemberutnya lucu, mah mah itu Iza pengin nikah mah” ucap kak Fariz mengelus pundak mama
“ihh kak fariz tuh yang pengin nikah mama, kemarin juga tidur ngigo nyebut nyebut nama cewek mah”
“ih ngawur, iza mah yang pengin nikah. Kemarin telfonan minta ke KUA mah.. weeeeeeeee weeeee.. iza kalah... iza kalahhh...........”
“ih kak fariz, bete uh bete ihhhhhh..”
“tuh kan mah tuh tuh mukanya merah, hahaha..” kak fariz tertawa lepas, mama hanya senyum senyum sembari geleng geleng kepala dan aku ?? on the way kamar


Pagi harinya :
“hei, nunggu lama yah?” Tia keluar dari rumahnya
 ku lihat ada pemandangan yang berbeda dari diri Tia. Rambutnya telah tertutup rapi oleh kerudung, tubuh yang kemarin aku lihat tertutup sebagian oleh kain yang di jahit menjadi model baju zaman sekarang, kini telah berbalut pakaian panjang dan rapi. Di mukanya terlihat malu bercampur belum bersahabat dengan yang ia kenakan sekarang. Jalannya sedikit menjinjit karena rok yang ia pakai kurang longgar, cara dia berkerudung juga belum semua rambutnya terumpat, masih ada sedikit poni yang keluar dari balik kerudungnya.
“wah cantik banget Tia” puji Syifa ketika melihat Tia
“ah biasa ajah lah, hayu ah.. aku nggak sabar nih” Tia menarik lenganku
Kita bertiga beriringan berjalan menuju Masjid tempat aku mengaji, di jalan Tia bercerita perasaan dia pertama kalinya memakai kerudung. Bagi dia itulah kali pertama rambutnya tertutup oleh kain panjang, kali pertamanya dia memiliki semangat belajar tentang islam denganku dan Syifa. Aku ikut bahagia melihat teman baruku mau memakai kerudung dan belajar membaca alqur’an.
Baru saja tiba di Masjid, mama menelfonku. Aku baru ingat kalau jam 10 nanti kak Fariz akan di wisuda, mengapa aku bisa lupa pada hari penting kakakku sendiri. Aku segera meminta maaf pada Syifa dan Tia, sebenarnya aku tidak enak hati pergi begitu saja meninggalkan mereka berdua. Tapi mereka bisa mengerti dan memaklumi
“maafin aku yah, suwer aku lupa banget. Aku pulang dulu yah, kalian gak papa kan berduaan ajah”
“enggak papa, kita ngertiin kok. Sampaikan salam yah buat mama dan kakak kamu” ucap Tia
“ok. Makasih yah, da..... da.....” aku berjalan menuju rumah, jalanku cepatkan karena waktu sudah menunjukan setengah 10
Penyakit pelupa dan teledorku kambuh lagi, padahal aku sudah belajar mengobati penyakit membandel ini. Aku tidak ingin mengecewakan kak Fariz, aku nggak mau membuat hari penting kak Fariz jadi rusuh karenaku.
“mah, maafin Iza. Iza lupa banget mah, oya kak Fariz mana? Kak Fariz marah yah ke Iza?” suaraku terengah engah, karena gugup berlari tadi
“Iza, ayo cepat ganti bajunya, kak Fariz sudah disana. Ini bajunya” mama memberikan baju padaku
“mah Papa gimana?” aku diam di depan pintu kamar
“sudah cepat pake bajunya, mama tunggu di depan”
“iya iya”
Di dalam mobil aku hanya diam dan memandang jalanan yang macet, mama sibuk dengan ponselnya, Pak supir menikmati kemacetan, dan aku mulai jenuh dengan suasana hening di dalam mobil. Aku segera mencari topik untukku jadikan pembicaraan dengan mama, kebetulan banget ada keributan pengendara sepeda motor di seberang jalan, yup itu topik pertama.
“mah mah liat tuh orang ribut” aku menggoyang goyang tangan mama
“keserempet mungkin” mata mama masih tetap memandang ponselnya
obrolan pertama gagal, hening lagi. Beberapa saat kemudian pak sopir membuka percakapan
“bu, apa ini tidak terlambat?”
“oh, sepertinya iya pak. Di percepat lagi dong pak” suruh mama
“haduh mama, liat dong macet banget gitu” ucapku
Setelah hampir 2 jam menikmati perjalanan yang mengeluhkan karena macet, akhirnya kita sampai juga di tempat kak Fariz wisuda. Sepertinya acara sudah di mulai, aku dan mama segera masuk ke gedung wisuda. Di dalam semua tamu sudah duduk, para wisudawan dan wisudawati juga tengah di wisuda. Setelah wisuda selesai kami berdua menghampiri kak Fariz dan mengucapkan selamat padanya, setelah itu kami berfoto bersama tanpa Papa, karena dia masih di luar kota.
3 bulan kemudian...
“Islam sangat indah, aku sudah mengerti apa itu Islam di diriku. Sebelum aku mengenal kalian, aku tidak pernah peduli pada islam. Aku tidak pernah shalat, aku tidak bisa baca alqur’an. Tapi setelah kalian ada wah banget lah, sip pol pol pol lahh... aku sayang kalian” ujar Tia setelah mengajak kami berdua makan bersama di rumahnya
“iya, makasih yah buat kalian.. tante sangat bangga dan bersyukur Tia sudah berubah jadi lebih baik, atas kalian Tia bisa ngajarin tante pake kerudung dan membaca alqur’an” ucap mama Tia
“iya tante, kita berdua juga seneng banget udah bisa ngajarin Tia. Mudah mudahan semua bermanfaat yah buat Tia, kita kan saudara. Sesama saudara harus saling membantu, ya bukan Fa?”
“iya dong Za, kita seneng punya temen kayak Tia da.. jangan bosen yah ama ulah ulah kita berdua” syifa memainkan garpu di atas meja
“hahaha” Tia tertawa “aku berterimakasih banget ke kalian sumpah, aku sayang banget ke kalian..” tia merangkulku dari belakang
“itu baru sahabat Tia” ujar mama Tia sembari mengelus kepala Tia
Setelah kisah yang terjadi dan ku lalui, aku mendapatkan pelajaran banyak dari semua ini. Kini aku menemukan apa itu Islam yang ada di diri kita, aku bisa mengobati sikap suka telatku, pelupaku dan teledorku.
Semua itu indah, menjadikan aku semakin dekat dan selalu berserah pada Allah. Kini terjadi lebih indah setelah ku miliki sahabat yang mau berubah menjadi lebih baik.
Islam memberikan sesuatu yang sangat indah jika kita memaknai islam dengan hati kita, bahwa islam adalah keyakinan dari hati. Bukan karena keturunan kita yang telah menurunkan islam kepada kita, karena islam bukan agama keturunan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar